Sungguh sangat prihatin melihat,
mendengar dan membaca apa yang terjadi di jalur Gaza sekarang. Perang
tidak pernah menguntungkan baik bagi yang menang maupun yang kalah.
Entah sudah berapa ratus atau bahkan ribuan perang terjadi di perut bumi
ini sejak bumi tercipta, namun kisah perang tidak pernah enak untuk
dicerna oleh siapa pun dan kapan pun.
Sejarah menunjukkan bahwa peperangan
sangat mahal, korban jiwa dan korban harta benda tidak terhitung. Dendam
dan kebencian tidak pernah meraup kepuasan. Cinta dan benci memang
setua umur manusia. Sejak Adam diturunkan ke bumi dan kebencian timbul
diantara anak Adam hingga memicu kematian telah menjadi titik awal kelam
kehidupan manusia.
Siapa sih yang mau dipecundangi dan hak
hidupnya diinjak-injak, lebih baik mati terhormat daripada mati terhina.
Namun sayangnya, hidup bukanlah mata uang yang hanya bermuka dua.
Seperti pelangi, dunia dan isinya sangat berwarna-warni, terkadang antar
pecundang dan pahlawan hanya beda tipis.
Sejarah menunjukkan ada masa di mana
suatu bangsa mengalami masa jaya kemudian terpuruk, semua berputar
seperti roda. Satu demi satu pahlawan berguguran. Sejarah pun tertoreh
dari masa ke masa. Tinggallah manusia di masa selanjutnya, mampukah
belajar dari sejarah ??
Sejarah menunjukkan kemenangan perang
tidak hanya berdasarkan keberuntungan nasib, ada persiapan dan strategi
perang di balik itu semua. Tentu saja dalam kehidupan nyata pun ada
tipe-tipe cakil dalam pewayangan, yang maju perang hanya bermodal nyali
dan dengkul tanpa persiapan matang. Biasanya nasibnya pun berakhir
tragis seperti cakil dalam pewayangan, tampil hanya sekejap dan tidak
pernah lagi muncul sampai akhir tayangan.
Sejarah mencatat ada strategi dan
persiapan matang seperti misalnya di balik keberhasilan gemilang
pesatnya pendudukan pasukan Romawi, kecepatan serbu pasukan berkuda
Kubilai dan Jengis Khan, kehebatan pedang pasukan muslim di abad
pertengahan dan kesuksesan para macan perang seperti Alexander der
Größe, Napoleon Bonaparte, Shalahuddin dan para pahlawan Indonesia
seperti Jendral Sudirman, Diponegoro dll.
Demikian juga sejarah telah mencatat,
cara dan senjata berperang manusia dari waktu ke waktu. Mulai dari
pedang, bambu runcing, panah, pistol, senapan, granat, bom, bom nuklir,
rudal, raket, raket kontrol demikian juga teknologi melindungi diri
terus dikembangkan.
Iron dome
Iron dome [1] bukan raket penyerang atau bom, tapi lebih sistem mobile penangkal atau pemati raket.
Konon penelitian untuk mengembangkan sistem penangkal raket ini dipicu
oleh ketakutan zionis Israel akan serangan raket jarak dekat Hamas
Qassam, raket jarak tengah Libanon Fajr 5 dan raket jarak panjang Iran.
Iron Dome dibuat oleh
perusahaan Israel Rafael Advanced Defense System Ltd. Konon Iron Dome
ini mampu menangkal raket jarak dekat dan juga granat artilleri 155 mm
dalam cuaca dan hari seperti apa pun, bahkan mampu menangkal beberapa
target. Harga keseluruhannya sebesar 375 juta USD dan biaya setiap
menangkal 35000 sampai 50000 USD. Pengembangan Iron Dome bisa dipercepat dan dipersingkat karena Rafael menggunakan suku cadang untuk SPYDER. SPYDER (Surface-to-air PYthon and DERby) juga sistem penangkal untuk raket jarak pendek.
Iron dome ini sudah berhasil
dites tahun 2008 dan tahun 2010 baterinya distasionkan di dekat jalur
Gaza. Sampai November 2012 sudah terpasang 5 unit dan zionis Israel
merencanakan akan menambah sampai 12 unit. Satu sistem Iron Dome
ini terdiri dari multi mode radar, kontrol sistem dan starter untuk 20
raket. Multi mode radar ini mampu mengenali titik start raket dan
menghitung jalur terbang raket dan melanjutkan informasi ini ke sistem
kontrol, yang kemudian mempersiapkan raket penangkal, bila sudah semua
diperhitungkan dan disiapkan, meluncurlah raket penangkal ini.
Raket penangkal ini adalah air to air raket derby yang
diberi nama Tamir, yang memiliki sensor elektro-optik dan sistem
kendali yang memiliki kemampuan manuver luarbiasa. Sistem perangkat
lunak atau softwarenya dikembangkan oleh perusahaan Israel MPrest
Systems. Iron Dome ini mampu melindungi area seluas 150 km2.
Selain itu, Israel memiliki sebuah
sirene untuk memperingatkan penduduk bila ada raket akan jatuh. Sejak
sirene ini berbunyi sampai raket jatuh, penduduk Israel memiliki waktu
15-30 detik untuk lari ke bunker tempat berlindung. Dengan adanya Iron Dome ini bahkan penduduk Israel sampai merasa aman dan bahkan berani untuk menyaksikan dari kejauhan kerja Iron Dome.
Qassam dan Fajr 5
Mari kita lihat teknologi yang digunakan
oleh raket-raket Hamas atau Hisbullah. Qassam adalah raket yang
dikembangkan oleh Hamas, hasil penemuan syeik Iz ad Diin al Qassam [3].
Qassam ini pertama kali dikembangkan di bawah arahan Adnan al Ghul dan
kemudian difungsikan untuk menyerang Yahudi tahun 2001. Teknik
pembuatannya sangat mudah dan murah serta tidak memiliki sistem kendali.
Pembuatannya pun hasil kerja tangan tanpa perlu HighTech, targetnya pun tidak bisa tepat dan tidak persis.
Fajr-5 adalah raket artileri yang
dikembangkan Iran tahun 2006 dan masuk ke Hisbullah [2]. Hisbullah
menamai raketnya Khaibar-1. Raket ini tidak memiliki sistem lokalisasi
target tapi mampu mencapai jarak 75 km. Pertama kali digunakan tahun
2006 saat Israel dan Hisbullah berkonflik. Selain itu, Hisbullah konon
memiliki raket Kacusha yang mampu mencapai jarak 50 km.
Perbedaan yang menyolok antara penduduk jalur Gaza dan Israel seperti langit dan bumi. Jumlah penduduk jalur Gaza menurut CIA Factbook
kurang lebih 1,7 juta jiwa dengan luas 360 km2. 38% Penduduk di jalur
Gaza ini hidup di bawah garis kemiskinan dengan angka pengangguran 40%.
Pasokan air dan listrik sangat tergantung dari Israel dan Mesir.
Sementara, Israel berpenduduk 7,6 juta jiwa dan memiliki kekuatan
ekonomi yang jauh lebih kuat serta yang pasti Israel memiliki surplus
listrik, air dan pangan.
Demikian juga kecanggihan teknologi di Jalur Gaza dibandingkan dengan Israel, seperti semut dan gajah. Di jalur Gaza tidak ada Iron dome dan tidak ada pula sirene yang memperingatkan penduduk jalur Gaza untuk cepat lari ke bunker
perlindungan. Tidak heran korban jiwa lebih banyak berjatuhan di jalur
Gaza. Berita di spiegel online 4 jam yl, korban di jalur Gaza sudah
mencapai 130 orang dan di Israel 5 orang [5].
Dalam Perang Tidak Ada Yang Menang
Perang antara dua pihak yang tidak
seimbang selalu menyakitkan bagi penonton. Kekalahan Cina hingga Cina
harus menyerahkan Hongkong ke tangan Inggris, pernah ditulis sejarah
sebagai bukti kepincangan kekuatan dan kemampuan teknologi. Inggris yang
telah maju karena revolusi industri dan haus koloni dengan licik
berhasil mempecundangi Cina.
Padahal, sejarah pernah mencatat saat
Eropa tenggelam dalam kesulitan di Abad Pertengahan, kekuatan teknologi,
matematika dan ilmu kedokteran dikuasai para cendekiawan Timur Tengah
demikian juga kehebatan budaya dan ilmu di Cina pada abad itu lebih
tinggi dari Eropa. Begitulah … roda sejarah terus berputar.
Saya hanya berharap kekeraskepalaan
kedua belah pihak, arogansi zionis Israel dan kenekadan Hamas, tidak
menelan lebih banyak lagi korban sipil. Sejarah tampaknya terus akan
mencatat perang di jalur ini. Hanya doa yang bisa dipanjatkan untuk
ketabahan dan kekuatan penduduk jalur Gaza dan semoga Tuhan tidak
melupakan nasib mereka di sana. (ACJP)
Sumber Copas : http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2012/11/21/iron-dome-perang-teknologi-di-jalur-gaza-504919.html
Sumber:
[1] http://de.wikipedia.org/wiki/Iron_Dome
[2] http://de.wikipedia.org/wiki/Fadschr-5_%28Artillerierakete%29
[3] http://de.wikipedia.org/wiki/Qassam-Rakete
[4] http://www.spiegel.de/politik/ausland/angriffe-auf-israel-in-der-raketenwerkstatt-des-dschihad-a-531452.html
[5] https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/gz.html
[6] http://www.spiegel.de/politik/ausland/keine-waffenpause-im-gaza-streifen-a-868387.html
[7] http://www.jpost.com/Defense/Article.aspx?id=292642
[8] http://www.spiegel.de/politik/ausland/israels-gaza-offensive-wie-der-terror-der-hamas-funktioniert-a-868130.html